Melayu (Aksara Tionghoa Tradisional: 末羅瑜國; pinyin: Mòluóyú Guó), berasal dari kata Malaya dvipa dari kitab Hindu Purana yang berarti tanah yang dikelilingi air yang merujuk pada sebuah Kerajaan Melayu Kuno di Jambi pada abad ke-7.
Pendapat ketiga diangkat dari kata rioh atau riuh berasal dari penamaan rakyat setempat yang berarti ramai, Hiruk pikuk orang bekerja, yang mulai dikenal sejak Raja kecik memindahkan pusat kerajaan melayu dari johor ke ulu Riau pada tahun 1719. Nama ini di pakai sebagai salah satu dari empat negeri utama yang membentuk kerajaan Riau, Lingga, Johor dan pahang. Namun, akibat dari Perjanjian London tahun 1824 antara Belanda dengan Inggris berdampak pada terbelahnya kerajaan ini menjadi dua. Belahan Johor-Pahang berada di bawah pengaruh Inggris, Sedangkan belahan Riau-Lingga berada dibawah pengaruh Belanda.
Nama riau sendiri ada tiga pendapat. Pertama, dari kata Portugis, ri berarti sungai. Pada tahun 1514, terdapat sebuah ekspedisi militer Portugis yang menelusuri Sungai Siak, dengan tujuan mencari lokasi sebuah kerajaan yang diyakini mereka ada pada kawasan tersebut, sekaligus mengejar pengikut Sultan Mahmud Syah yang mengundurkan diri menuju Kampar setelah kejatuhan Kesultanan Malaka. Pendapat kedua riau berasal dari kata riahi yang berarti air laut, yang diduga berasal dari kitab Seribu Satu Malam.
Dibawah pengaruh Belanda tahun 1905-1942, nama Riau dipakai untuk sebuah karesidenan yang daerahnya meliputi kepulauan Riau serta pesisir timur Sumatera bagian tengah. Demikian juga dalam zaman Jepang relatif masih di pertahankan. Setelah propinsi Riau terbentuk tahun 1958 nama tersebut masih dipergunakan hingga kini.